BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kala tiga
persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berakhir dengan
lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala
tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 dan 10 menit. Akan tetapi
kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko perdarahan meningkat apabila
kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 dan 60 menit [1-3].
Pada kala
tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
Tujuan
dari penanganan tahap ketiga ialah pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang
dicapai dengan cara yang paling mudah dan paling aman. Segera setelah bayi
lahir akan diikuti dengan lahirnya plasenta yang diawali dengan Pada umumnya
kala III berlangsung ± 6 menit setelah bayi lahir. Plasenta melekat pada
lapisan desidua lapisan basal tipis endometrium oleh banyak vili fibrosa sama
seperti sebuah perangko yang ditempel pada sebuah amplop. Setelah janin
dilahirkan dengan adanya kontraksi uterus yang kuat, sisi plasenta akan jauh
lebih kecil sehingga tonjolan vili akan pecah dan plasenta akan lepas dari
perlekatannya. Dalam keadaan normal, beberapa kontraksi kuat pertama lima
sampai tujuh menit kelahiran bayi plasenta akan lepas dari lapisan basal.
Plasenta tidak akan mudah lepas dari uterus yang kendur karena ukuran permukaan
sisi plasenta tidak akan berkurang.
Pelepasan plasenta diindikasikan dengan tanda-tanda
sebagai berikut :
• Fundus yang berkontraksi kuat
• Perubahan bentuk uterus dari bentuk cakram menjadi bentuk oval bulat, sewaktu plasenta bergerak ke arah segmen bagian bawah
• Darah berwarna gelap keluar dengan tiba-tiba dari introitus
• Vagina (plasenta) penuh pada pemeriksaan vagina atau rectum atau membrane janin terlihat di introitus.
• Fundus yang berkontraksi kuat
• Perubahan bentuk uterus dari bentuk cakram menjadi bentuk oval bulat, sewaktu plasenta bergerak ke arah segmen bagian bawah
• Darah berwarna gelap keluar dengan tiba-tiba dari introitus
• Vagina (plasenta) penuh pada pemeriksaan vagina atau rectum atau membrane janin terlihat di introitus.
Selain itu untuk
mengetahahui plasenta telah epas atau belum maka dapat dilakukan 3 prasat yaitu
:
a. Perasat Kustner
b. Perasat Strassmann
b. Perasat Strassmann
c. Perasat Klein
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah asuhan persalinan
kala III ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Mengetahui dan memahami asuhan persalinan kala III ?
1.3.2 Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui bagaimanakah fisiologi kala III.
b.
Untuk
mengetahui apakah menejemen aktif kala III.
c.
Untuk
mengetahui bagaimanakah pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat.
d.
Untuk mengetahui bagaimanakah pemantauan : kontraksi,
robekan jalan lahir dan perinium.
e.
Untuk mengetahui apakah kebutuhan ibu pada kala III.
f.
Untuk mengetahui bagaimankah Pendokumentasian kala
III.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Fisiologi Kala III
Kala
tiga persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berakhir dengan
lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala
tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 dan 10 menit. Akan tetapi
kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko perdarahan meningkat apabila
kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 dan 60 menit [1-3].
Pada kala
tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena
tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
2.1.1
Mekanisme Pelepasan
Plasenta
Pelepasan
Plasenta adalah hasil penurunan mendadak ukuran kavum uterus selama dan setelah
pelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi mengurangi isi uterus. Pengurangan
isi uterus secara bersamaan berarti penurunan area perlekatan plasenta.
Plasenta, bagaimana pun, ukurannya tetap. Plasenta pertama mengakomodasi
penurunan ukuran uterus ini dengan cara menebal, tetapi pada sisi perlekatan
tidak mampu menahan tekanan dan melengkung. Akibatnya, terjadi pelepasan
plasenta dari dinding uteru, di lapisan spongiosa desidua. Pada saat plasenta
lepas, hematoma terbentuk antara plasenta yang lepas dan desidua yang tersisa
sebagai akibat perdarahan dalam ruang intervilli. Hal ini dikenal hematoma
retroplasenta dan ukuranya sangat bervariasi. Walawpun hematoma ini adalah
akibat, bukan penyebab pelepasan plasenta, hematoma memfasilitasi perlepasan
plasenta lengkap.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal
di bawah ini :
·
Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus
biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
·
Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui
vulva (tanda Ahfeld).
·
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Beberapa Prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari tempat
implantasinya:
1. Prasat Kustner.
1. Prasat Kustner.
Tangan kanan
meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas
simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya
dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas,
perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2.
Prasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali
pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
3. Prasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak
turun ke bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Cara-cara
Pelepasan Plasenta :
1. Metode Ekspulsi Schultze
1. Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
2. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.
2.1.2
Pengawasan Perdarahan
Setelah
plasenta berhasil dilahirkan, bidan harus terus memantau tanda-tanda penurunan
kesadaran atau perubahan pernafasan . karena adanya perubahan kardiovaskuler
yang cepat (yaitu peningkatan tekanan intracranial sewaktu mengedan dan
pertambahan cepat curah jantung). Periode ini merupakan periode dimana dapat
terjadi risiko rupture aneurisme serebri yang memang telah ada dan emboli
cairan amnion pada paru-paru. Dengan lepasnya plasenta, ada kemungkinan cairan
amnion memasuki sirkusi ibu jika otot uterus tidak berkontraksi dengan cepat
dan baik.
Perdarahan
pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir
yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan
darah biasanya tidak sebanyak dari yang sebenarnya,kadang-kadang hanya setengah
dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan
urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di
lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat
menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang
anemia.
Perdarahan
pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan
oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta,
kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan
tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas
karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.
Jenis-jenis
Perdarahan dan Pengawasannya
Perdarahan
pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder.
1.
Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau
perdarahan pascapersalinan segera).
Perdarahan
pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.Selama 24 jam pertama perlu
diadakan pengawasan terhadap jumlah darah yang keluar. Penyebab utama
Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2.
Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau
perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)
Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama
Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta atau membran.
Diagnosis
perdarahan pascapersalinan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Seorang wanita hamil yang sehat
dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami
gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika
perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan
pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir
secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri,
uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena
perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus
berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan
dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan
fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat
perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.
Tetapi kematian tidak data terlalu
dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok
karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian
besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama
kematian dalam persalinan.
Diagnosis
Perdarahan Pascapersalinan
(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
- Sisa plasenta atau selaput ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
- Sisa plasenta atau selaput ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan ada
kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu
singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak
menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga
jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu
yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan
tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus
perdarahan selama 1 jam.
2.2
Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan
dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan
dimana sebagian disebabkan oleh atonia uteri dan rtensio plasenta yanng
sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.
Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
- Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
- Mengurangi jumlah kehilangan darah.
- Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
- Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
- Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
- Masase fundus uteri.
1. PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN
1. Serahkan bayinyang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih di atas oerut ibu.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan
yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah pada perut
ibu.
4. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
(Undiagnosed twin).
5. Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
6. Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan
oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus
lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
2. PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
2. PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI
- Berdiri disamping ibu.
- Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
- Letakkan tangan yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
- Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
- Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
- Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
- Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir). Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
- Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
- Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
- Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan:
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
2.3 Pemeriksaan
plasenta, selaput ketuban dan tali pusat.
Pemeriksaan
plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat dapat dilakukan dengan cara inspeksi.
Inspeksi plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk mendiagnosis
normalitas plasent, perlekatan, dan tali pusat; untuk skrining kondisi yang tidak
normal; dan untuk memastikan apakah plasenta dan membrane telah dilahirkan
seluruhnya.
Untuk
mendiagnosis normalitas plasenta dan perlekatan plasenta tali pusat, bidan
harus mengetahui parameter yang normal. Dengan demikian, skrining untuk
abnormalitas adalah segala sesuatu tang tidak berada dalam parameter normal.
Namun, akan bermanfaat untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk mengenali
penyimpangan dari normal yang umum terjadi. Sebab- sebab penyimpanagn ini tidak
selalu diketahui dan makna penyimpanan dari normal dapat tidak terletak pada
penyebabnya, tetapi lebih pada masalah – masalah potensial dari penyimpangan
itu sendiri.
PROSEDUR INSPEKSI
Inspeksi yang menyeluruh dapat
dilakukan ketika plasenta dilahirkan. Yang jelas terlihat dengan segera adalh
apakah ada membrane trail, dengan
atau tanpa terobek; penampilan umum dan karakteristik tali pusat; ukuran umum,
keutuhan dan karakteristik plasenta; dan tipe insersi tali pusat. Inspeksi yang
seksama dilakukan sebagai berikut:
1.
Tali
pusat
a.
Hitung
jumlah pembuluh darah tali pusat. Untuk melakukan ini, gunakan kassa berukuran
4 x 4 dan usap ujung yang dipotong. Beri tekanan dan lubang pembuluh darah akan
terlihat. Apabila untuk beberapa alas an waktu sudah lewat dan pembuluh darah
kolaps sebelum anda dapat megidentifikasinya, klem dan potong kembali tali
pusat dan cari pembuluh darah tersebut pada tempat potongan yang baru, tempat
pembuluh darah akan dengan mudah terlihat.
b.
Ukur
panjang tali pusat. Apakah pengukuran tali pusat biasanya ditentukan oleh
kebijakan institusi dan tidak setiap institusi membutuhkannya. Tanpa
memperhatikan kebijakan, bila tali pusat
tampak panjang atau pendek tidak normal, tali pusat tersebut harus diukut.
Ingat untuk mengukur juga panjang tali pusat yang dipotong ketika tali pusat
bayi pada akhirnya diklem dan dipotong.
c.
Inspeksi
tali pusat untuk melihat adanya simpul, hematoma, tumor, kista, edema, dan
jumlah jeli Wharton.
2.
Insersi
tali pusat. Inspeksi insersi tali pusat meliputi hal-hal berikut:
a.
Lokasi
insersi tali pusat normal, yaitu eksentrik, dipusat, atau di margin (plasenta
Battledore)
b.
Insersi
tali pusat abnormal (insersi korda velamentosa)
3.
Membrane.
Inspeksi membrane untuk melihat hal-hal berikut:
a.
Kelengkapan.
Hal ini dilakukan dengan menempatkan plasenta dengan sisi maternal di bawah,
kemudian memasukkan satu tangan anda ke dalam membrane pada permukaan fetal
plasenta dan mengangkat membrane plasenta untuk menstimulasi sehingga sakus
seperti bentuk awalnya. Apabila membrane – membrane tersebut tidak membentuk
sakus, membrane tersebut dikatakan tidak komplet dan kemungkinan besar terpisah
– pisah. Tangan anda perlu dimasukkan dalam membran tersebut dibagian muaranya
yang terbentuk ketika membrane rupture. Ini juga merupakan muara tempat
plasenta akan masuk jika dilahirkan melalui mekanisme Schultz ekspulsi. Apabila
dilahirkan dengan cara demikian, sakus akan terinfersi dan perlu ditengokkan ke
sisi kanan lagi untuk inpeksi ini.
b.
Lobus,
defek, atau pembuluh darah suksenturiata.
4.
Plasenta.
Langkah-langkah berikut dilakukan untuk menginspeksi plasenta :
a.
Inspeksi
plasenta untuk melihat adanya noda pada mekonium dan area-area kalsifikasi.
b.
Inspeksi
sisi fetal untuk meliaht adanya kista dan untuk menentukan apkah ini merupakan
plasenta diluar korion ( plasenta sirkum falata atau plasenta marginata ).
Apabila dibutuhkan, robek atau infers membrane untuk melihat keseluruhan
permukaan janin. Permukaan janin juga harus diperiksa dengan cermat untuk
dilihat apakah ada pembuluh darah yang robek atau utuh,yang mengarah ke
membrane dalam upaya mengindentifikasi lobus suksenturiata yang utuh.
c.
Inspeksi
sisi maternal untuk melihat adanya kista, tumor, edema, warna tidak normal,dan
plasenta multiple.
d.
Inspeksi
sis maternal untuk melihat adanya infark dan luas pembentukan infark
e.
Periksa
sisi maternal untuk melihat keutuhan. Untuk melakukan hal ini, tempatkan
plasenta diatas permukaan datar, dengan sisi maternal diatas. Gunakan kasa
berukuran 4 x 4 untuk menghapus darah dan benda-benda dari luar untuk melihat
permukaan plasenta dengan jelas.
Untuk mengindentifikasi kotiledon yang hilang dari
margin plasenta atau lobus aksesori yang hilang, apus margin plasenta dan
gerakkan jari anda mengelilingi tepi plasenta. Gerakan ini harus mulus. Setiap
area yang kasar harus diselidiki dengan seksama karena area yang kasar
merupakan indikasi jarinagn plasenta robek. Periksa margin plasenta untuk
melihat adanya pembuluh darah yang robek atau utuh sampai kedalam membrane
dalam upaya mengidentifikasi lobus suksenturiata utuh atau hilang. Bandingkan
ini dengan temuan-temuan anda dari permukaan fetal.
Kotiledon
yang hilang dari masa plasenta utama diidentifikasi dengan adanya defek
disertai permukaan yang kasar pada permukaan kotiledon tersebut robek. Hal ini
harus dibedakan dari robekan sederhana pada plasenta tanpa kehilangan jaringan,
yang juga meninggalkan permukaan kasar. Perbedaan ini dilakukan dengan memegang
plasenta ditangan anda, dengan permukaan maternal diatas, sehingga kotiledon
jatuh ketempat yang berlawanan satu sama lain. Kotiledon yang hilang kemudian
dengan mudah terlihat karena, seperti teka-teki pola gergaji, serpihan
disekelilingnya tidak akan cocok terhadap satu sama lain.
f.
Ukur
dan timbang plasenta. Ini biasanya ditetapkan oleh kebijakan institusi dan
tidak selalu dilakukan. Terlepas dari kebijakan, bila plasenta muncul dengan
ukuran abnormal, tindakan mengukur dan menimbang diindikasikan. Informasi ini
kemudian dicatat pada catatan bayi.
2.4 Pemantauan:
kontraksi, robekan jalan lahir, dan perineum
·
Kontraksi
Kala tiga persalinan terdiri dari dua fase berurutan
yaitu pelepasan plasenta dan pengeluaran plasenta. Pelepasan dan pengeluaran
terjadi karena kontraksi, yang mulai terjadi lagi setelah terhenti singkat
setelah kelahiran bayi. Kontraksi kurang lebih setiap 2 sampai 2,5 menit selama
kala dua persalinan. Setelah kelahiran bayi, kontraksi berikutnya mungkin tidak
terjadi selama 3 sampai 5 menit. Kontraksi kemudian berlanjut setiap 4 sampai 5
menit sampai plasenta telah lepas dan keluar. Setelah itu, uterus kosong
berkontraksi dengan sendirinya dan tetap berkontraksi jika tonus otot baik.
Apabila tonus otot tidak baik, seorang wanita akan mengalami peningkatan aliran
lokia dan kontraksi uterus berulang sewaktu uterus relaksasi. Hal ini
menyebabkan nyeri setelah melahirkan.
Uterus yang berkontraksi normal harus keras
ketika disentuh. Jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan menetap,
pengkajian segmen bawahpenting dilakukan.
·
Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu
harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdaraha sehingga dapat diatasi.
Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan
uterus ( rupture uteri). Perdarahan bisa berbentuk hematoma dan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arterial atau pecahnya pembuluh darah vena.
Jenis perlukaan ringan berupa lecet, yang berat berupa robekan jalan lahir.
Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam
dan pemeriksaan speculum.
Perbedaan
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia
uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan
membesar (fundus uteri masih tinggi.
b. Perdarahan
terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila
kontraksi lembek setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi tidak
atau lambat menjadi keras.
2. Robekan
jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan
mengecil.
b. Perdarahan
terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau
pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
·
Perineum
Robekan perinium umumnya terjadi persalinan di mana :
1) Kepala janin terlalu cepat lahir.
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut
4) Pada persalinan terjadi distosia.
Robekan
perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :
1) Tingkat 1
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perinium sedikit.
2) Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai
selaput lendir, vagina juga mengenai sfingter ani.
3) Tingkat 3
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai
mengenai otot-otot sfingter ani.
Robekan perineum sering terjadi
hampir setiap terjadinya persalinan pertama maupun berikutnya. Robekan ini
dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga dasar panggul di lalui kepala
janin dengan cepat. Sebaiknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan
terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam
tengkorak janin dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasr panggul karena diregangkan
terlalu lama.
Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa sehingga
memaksa kepala janin lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia
suboksipito-bregmatik atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Apabila hanya kulit perineum dan
mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat
dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
diafragma uregonitalis pada garis tengah terluka dan pada robekan tingkat tiga
atau robekan atau robekan total muskulus sfingter ani ikut terputus dan kadang
dinding depan rectum ikut robek pula. Jarang terjadi robekan yang mulai dari
dinding belakang vagina di atas intritus vagina dan anak dilahirkkan melalui
robekan itu , sedangkan ( dengan meninggalkan ) perineum sebelah depan tetap
utuh ( robekan perineum sentral ). Pada persalinan sulit di samping robekan
perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan dan keregangan
muskulus puborektalis kanan dan kiri serta berhubungannya di tengah. Kejadian
ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predosposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri di kemudian hari. Robekan perineum yang melebihi tingkat satu
harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila
ada kemungkinan plasenta harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik
tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring
dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan
luas robekan ditentuka denga seksama.
Pada
robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi local otot-otot diafragma
urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada
vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan- jaringan
di bawahnya.
Menjahit
robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan
rectum yang robek dijahit, kemudian vasia prarektal ditutup dan muskulus
sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan
robekan perineum tingkat dua. Untuk menghasilkan jahitan yang baik, terapi pada
robekan perineum total, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang
sempurna. Penderita tidak diperbolehkan memakanan makanan yang mengandung
selulosa dan mulai hari kedua diberi paraffinum liquidum sesendok 2 kali sehari
dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
2.5 Kebutuhan
ibu pada ibu kala III
Kebutuhan
dasar ibu pada kala III meliputi:
1) Kebutuhan
pada awal kala III atau setelah bayi lahir dan sebelum plasenta lahir.
Pada
tahap ini yang harus diperhatikan adalah,
a. Keadaan
umum dari kondisi ibu.
Segera setelah anak lahir, kontraksi
rahim berhenti antara 5 – 10 menit. Dalam masa istirahat ini sebaiknya
observasi kondisi ibu dengan cara:
v Status
lokalis obstetric dengan cara palpasi fundus uteri dan konsistensinya.
v
Memeriksa keadaan vital ibu
Memantau keadaan ibu (tanda vital,
kontraksi, perdarahan). Pemantauan tanda-tanda vital berguna untuk mengetahui
kegawatan misalnya terjadi syok.
Kontraksi ini berfungsi untuk
mengetahui bagaimana kontraksi pasien jelek atau tidak, untuk memeriksa apakah
pasien terjadi perdarahan atau tidak, karena apabila terjadi perdarahan dapat
langsung diberikan asuhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tekanan darah dan nadi ibu sebaiknya
1 kali selama kala III dan lebih sering jika kala III memenjang dari pada
rata-rata atau tekanan darah dan nadi berada pada batas atau dalam kisaran
abnormal. Pemantauan ini tidak hanya dilakukan setelah evaluasi peningkatan
sebelumnya tetapi penting sebagai sarana penapisan syok pada kejadian
perdarahan.
Tekanan darah, sistolik dan distolik
mulai kembali pada tingkat sebelum persalinan.
Nadi,
secara bertahap kembali ketingkat sebelum melahirkan
Suhu, tubuh kembali meningkat perlahan.
Pernapasan,
kembali bernapas normal
Aktivitas
gastrointestinal, jika tidak terpengaruh obat-obatan, motalitas lambung dan
absorpsi kembali mulai ke aktifitas normal. wanita mengalami mual dan muntah
selama kala III adalah tidak wajar.
b. Pelepasan plasenta
Setelah
kala pengeluaran janin perhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta:
1) Perubahan
bentuk dan tinggi fundus.
Setelah
bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear
atau alpukat dan fundus berada diatas pusat.(sering kali mengarah ke sisi
kanan).
2) Tali
pusat memanjang.
Tali
pusat terlihat menjulur keluar dari vulva (tanda ahfeld) .
3) Semburan
darah mendadak dan singkat.
Darah
yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah tersebut akan keluar dari tepi plasenta yang
terlepas.
Menurut Prf. Dr. Rustam Mochtar,
gejala-gejala diatas timbul di dalam 5 menit setelah anak lahir. Kalau placenta
sudah pasti lepas, maka ditentukan dulu apakah rahim berkontraksi baik dan
kemudian diusahakan melahirkan placenta :
1) Dengan
menyuruh pasien mengejan
2) Dengan
tekanan pada fundus uteri
Tekanan pada fundus uteri hanya boleh
dilakukan pada rahim yang berkontraksi baik, kalau dilakukan pada uterus yang
lunak dapat menimbulkan inversio uteri (uterus terputar balik). Perdarahan
abnormal bila melebihi 500 cc dan darah yang keluar setelah anak lahir harus
ditakar.
Asuhan
yang diberikan pada saat terjadi pelepasan plasenta antara lain :
1) Jika
terjadi perdarahan yang cukup banyak setelah janin lahir, periksalah apakah uri
sudah lepas.
2) Bila
uri belum lepas anjurkan ibu untuk kencing dan langsung menyusui
bayinya.Diharapkan uri bisa segera lepas. Karena dengan mengosongkan kandung
kencing,jalan keluar uri tidak terhalang dan dengan menyusui bayinya rahim akan
berkontraksi sehingga dapat menekan uri keluar.
3) Apakah
uri dapat lepas atau tidak. Jika belum beri pasien makanan/minuman
secukupnya,sangat dianjurkan untuk meminum larutan tepung ubi jalar karena
sangat bergizi sehingga pasien akan mendapat tenaga yg cukup segera merujuk
pasien ke puskesmas terdekat/rumah sakit terdekat dan siapkan orang untuk
menjadi donor darah.
4) Uri
dapat lepas atau tidak
5) Jika
perdarahan terjadi setelah janin lahir dan uri sudah lepas segeralah susui
bayinya.karena dengan menyusui,rahim akan berkontraksi dan dapat menghentikan
perdarahan.
6) Uri
akan lepas, apakah perdarahan berhenti atau tidak. Jika belum berhenti lakukan
pijat rahim dengan menekan telapak tangan penolong dan membuat gerakan berputar
di atas berputar di atas perut ibu secara perlahan.
7) Perdarahan
berhenti atau belum.
8) Perdarahan
sudah berhenti,awasi keadaan ibu.beri lanjutan tepung ubi jalar,istirahatkan
agar tenaga ibu pulih kembali.Susui bayi sesering mungkin karena dapat
merangsang keluarnya air susu ibu dan menghentikan perdarahan.
2) Kebutuhan
pada akhir kala III atau setelah plasenta lahir.
Pada tahap ini yang harus
diperhatikan adalah
a) Mewaspadai
adanya perdarahan yang berlebihan
Perdarahan kala tiga terjadi akibat
pelepasan plasenta sebagian. Alasan paling umum terjadi pelepasan plasenta
sebagian adalah kesalahan penatalaksanaan pada kala tiga, biasanya mencakup
masase uterus yang dilakukan sebelum pelepasan plasenta. Pelepasan sebagian
dapat terjadi secara alami selama pelepasan plasenta fisiologis, tetapi
biasanya kondisi ini bersifat sangat sementara. Pelepasan sebagian akibat masase
uterus sebelum plasenta lepas dari dinding uterus tidak fisiologis, dan
akibatnya hamper dapat dipastikan adalah perdarahan kal tiga.
Pada kondisi normal terjadi sejumlah
kehilangan darah selama kala tiga, sedangkan sedikit aliran atau tetesan darah
atau sedikit semburan darah secara mendadak adalah tanda pelepasan plasenta.
Akan tetapi, ketika terdapat aliran darah yang menetap dan telah diketahui
lokasi plasenta dalam uterus dan menetapkan bahwa plasenta belum terlepas
secara utuh maka perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk penanganan perdarahan
kala tiga.
b) Mengecek
plasenta yang sudah lepas
v Lengkap
atau tidak lengkap
Caranya
dengan memeriksa plasenta bagian fetal dan maternal dengan menggunakan kassa
kering.
v Pastikan
bahwa jumlah kotiledon dan selaput ketuban dalam keadaan lengkap:
Ø Selaput
ketuban diperiksa dengan menggantung plasenta sedemikian rupa dengan memegang
talipusat sehingga selaput ketuban tergantung kebawah.
Ø Kemudian
plasenta ditahan dengan kedua telapak tangan dan selaput ketuban disisihkan
untuk dapat memeriksa keadaan pars maternalis apakah tidak ada kotiledon yang
tertinggal didalam uterus.
2.6 Pendokumentasian
kala III
Tujuan
: Setelah dilakukan ASKEB ± 30 menit,
diharapkan kala III berlangsung normal, dengan kriteria hasil :
Plasenta
lahir spontan, lengkap
Kondisi
umum ibu baik
Tidak
terjadi perdarahan
RENCANA TINDAKAN
1.Menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan dan kondisi ibu sekarang ini
R /
Informasi yang adekuat membuat ibu lebih kooperatif
2.Pastikan
kehamilan tunggal
R /
Menentukan tindakan selanjutnya
3.Lakukan
penyuntikan oksitosin 10 uni
R
/ Merangsang pelepasan plasenta
4.Lakukan
penegangan tali pusat terkendali
R /
Pelepasan plasenta secara spontan
5.Lakukan
masase fundus uteri
R / Merangsang dan meningkatkan
kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan
6.Periksa
adanya kemungkinan robekan jalan lahir
R /
Menentukan tindakan selanjutnya
7.Periksa
kembali kontraksi uterus dan perdarahan
R /
Deteksi dini adanya HPP
IMPLEMENTASI
1.Menjelaskan
pada ibu bahwa saat ini menunggu plasenta lahir dan keadaan ibu baik
2.Memastikan
kehamilan tunggal
3.Melakukan penyuntikan oksitosin
10 iu pada 1/3 paha luar bagian atas.
4.Melakukan
penegangan tali pusat terkendali
- Memindahkan klem 5- 10 cm didepan vulva
- Tangan kanan memegang tali pusat dengan klem, sedangkan tangan kiri berada pada fundus uteri untuk mengtahui kontraksi dan melakukan tekanan yang berlawanan arah secara dorso cranial
Dengan penegangan tali
pusat terkendali, tali pusat akan bertambah panjang, adanya semburan darah dan
uterus bertambah bulat. Pada saat itulah dilakukan penarikan kearah bawah,
kedepan dan keatas sesuia dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak di
introitus vagina.
- Setelah plasenta tampak di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan hati-hati, kemudian memegang plasenta dengan kedua tangan, malakukan pemutaran searah untuk membantu pengluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput plasent
5.Melakukan
masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir dengan
menggunakan 4 jari ( dengan gerakan memutar
) olehtangan kiri hingga uterus berkontraksi, kemudian memeriksa kelengkapan
palsenta.
6.Memeriksa kemungkinan adanya
robekan jalan lahir.
7.Memriksa
kembali kontraksi dan perdarahan
EVALUASI
CONTOH
Tanggal 23 Mei 2006
Jam 12.25
S
: Ibu mengatakan perutnya terasa mules
O
:
·
Plasenta
lahir spontan, lengkap
·
Perdarahan
± 300 cc
·
Keadaan
ibu baik
·
Uterus
berkontraksi dengan baik
·
Tidak terdapat robekan jalan lahir
·
Perineum
intack
A
: Ibu bersalin kala III normal, ibu memasuki kala IV
P
: Lakukan pemantauan / observasi kala IV sesuai partograf
·
Setiap
12 menit pada 1 jam
pertama :
tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan
·
Setiap
30 menit pada 1 jam
kedua :
tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan
·
Setiap
1 jam selama 2 jam
pertama :
suhu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran