Senin, 28 Januari 2013

Persalinan Kala III

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kala tiga persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 dan 10 menit. Akan tetapi kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 dan 60 menit [1-3].
            Pada kala tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
Tujuan dari penanganan tahap ketiga ialah pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang dicapai dengan cara yang paling mudah dan paling aman. Segera setelah bayi lahir akan diikuti dengan lahirnya plasenta yang diawali dengan Pada umumnya kala III berlangsung ± 6 menit setelah bayi lahir. Plasenta melekat pada lapisan desidua lapisan basal tipis endometrium oleh banyak vili fibrosa sama seperti sebuah perangko yang ditempel pada sebuah amplop. Setelah janin dilahirkan dengan adanya kontraksi uterus yang kuat, sisi plasenta akan jauh lebih kecil sehingga tonjolan vili akan pecah dan plasenta akan lepas dari perlekatannya. Dalam keadaan normal, beberapa kontraksi kuat pertama lima sampai tujuh menit kelahiran bayi plasenta akan lepas dari lapisan basal. Plasenta tidak akan mudah lepas dari uterus yang kendur karena ukuran permukaan sisi plasenta tidak akan berkurang.
Pelepasan plasenta diindikasikan dengan tanda-tanda sebagai berikut :
• Fundus yang berkontraksi kuat
• Perubahan bentuk uterus dari bentuk cakram menjadi bentuk oval bulat, sewaktu plasenta bergerak ke arah segmen bagian bawah
• Darah berwarna gelap keluar dengan tiba-tiba dari introitus
• Vagina (plasenta) penuh pada pemeriksaan vagina atau rectum atau membrane janin terlihat di introitus.

Selain itu untuk mengetahahui plasenta telah epas atau belum maka dapat dilakukan 3 prasat yaitu :
a. Perasat Kustner
b. Perasat Strassmann
c. Perasat Klein
     

1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan persalinan kala III ?


1.3  Tujuan
1.3.1         Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan persalinan kala III ?
1.3.2    Tujuan Khusus                                                        
a.                   Untuk mengetahui bagaimanakah fisiologi kala III.
b.                   Untuk mengetahui apakah menejemen aktif kala III.
c.                  Untuk mengetahui bagaimanakah pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat.
d.                  Untuk mengetahui bagaimanakah pemantauan : kontraksi, robekan jalan lahir dan perinium.
e.                  Untuk mengetahui apakah kebutuhan ibu pada kala III.
f.                   Untuk mengetahui bagaimankah Pendokumentasian kala III.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Kala III
­­­ Kala tiga persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 dan 10 menit. Akan tetapi kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 dan 60 menit [1-3].
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
2.1.1        Mekanisme Pelepasan Plasenta
Pelepasan Plasenta adalah hasil penurunan mendadak ukuran kavum uterus selama dan setelah pelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi mengurangi isi uterus. Pengurangan isi uterus secara bersamaan berarti penurunan area perlekatan plasenta. Plasenta, bagaimana pun, ukurannya tetap. Plasenta pertama mengakomodasi penurunan ukuran uterus ini dengan cara menebal, tetapi pada sisi perlekatan tidak mampu menahan tekanan dan melengkung. Akibatnya, terjadi pelepasan plasenta dari dinding uteru, di lapisan spongiosa desidua. Pada saat plasenta lepas, hematoma terbentuk antara plasenta yang lepas dan desidua yang tersisa sebagai akibat perdarahan dalam ruang intervilli. Hal ini dikenal hematoma retroplasenta dan ukuranya sangat bervariasi. Walawpun hematoma ini adalah akibat, bukan penyebab pelepasan plasenta, hematoma memfasilitasi perlepasan plasenta lengkap.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :
·         Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
·         Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
·         Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Beberapa Prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari tempat implantasinya:
1. Prasat Kustner.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Prasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas  dari dinding uterus.

3. Prasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.

Cara-cara Pelepasan Plasenta :
1. Metode Ekspulsi Schultze

Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang  melekat di fundus.

2. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan

Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.

Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.

2.1.2        Pengawasan Perdarahan

Setelah plasenta berhasil dilahirkan, bidan harus terus memantau tanda-tanda penurunan kesadaran atau perubahan pernafasan . karena adanya perubahan kardiovaskuler yang cepat (yaitu peningkatan tekanan intracranial sewaktu mengedan dan pertambahan cepat curah jantung). Periode ini merupakan periode dimana dapat terjadi risiko rupture aneurisme serebri yang memang telah ada dan emboli cairan amnion pada paru-paru. Dengan lepasnya plasenta, ada kemungkinan cairan amnion memasuki sirkusi ibu jika otot uterus tidak berkontraksi dengan cepat dan baik. 
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak dari yang sebenarnya,kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.

Jenis-jenis Perdarahan dan Pengawasannya
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder.
1. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinan segera).
Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.Selama 24 jam pertama perlu diadakan pengawasan terhadap jumlah darah yang keluar. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
Diagnosis perdarahan pascapersalinan

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.
Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.
Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan
(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
- Sisa plasenta atau selaput ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.

2.2 Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian disebabkan oleh atonia uteri dan rtensio plasenta yanng sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani.  Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
  • Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
  • Mengurangi jumlah kehilangan darah.
  • Mengurangi kejadian retensio plasenta.


Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
  • Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
  • Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
  • Masase fundus uteri.

1. PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN

1. Serahkan bayinyang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih di atas oerut ibu.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah pada perut ibu.
4. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin).
5. Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
6. Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

2. PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI
  1. Berdiri disamping ibu.
  2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
  3. Letakkan tangan yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
  4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
  5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
  6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
  7. Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir). Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
  8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
  9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
  10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan:
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.

2.3  Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat.
Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat dapat dilakukan dengan cara inspeksi. Inspeksi plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk mendiagnosis normalitas plasent, perlekatan, dan tali pusat; untuk skrining kondisi yang tidak normal; dan untuk memastikan apakah plasenta dan membrane telah dilahirkan seluruhnya.
Untuk mendiagnosis normalitas plasenta dan perlekatan plasenta tali pusat, bidan harus mengetahui parameter yang normal. Dengan demikian, skrining untuk abnormalitas adalah segala sesuatu tang tidak berada dalam parameter normal. Namun, akan bermanfaat untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk mengenali penyimpangan dari normal yang umum terjadi. Sebab- sebab penyimpanagn ini tidak selalu diketahui dan makna penyimpanan dari normal dapat tidak terletak pada penyebabnya, tetapi lebih pada masalah – masalah potensial dari penyimpangan itu sendiri.
            PROSEDUR INSPEKSI
            Inspeksi yang menyeluruh dapat dilakukan ketika plasenta dilahirkan. Yang jelas terlihat dengan segera adalh apakah ada membrane trail, dengan atau tanpa terobek; penampilan umum dan karakteristik tali pusat; ukuran umum, keutuhan dan karakteristik plasenta; dan tipe insersi tali pusat. Inspeksi yang seksama    dilakukan sebagai berikut:
1.      Tali pusat
a.       Hitung jumlah pembuluh darah tali pusat. Untuk melakukan ini, gunakan kassa berukuran 4 x 4 dan usap ujung yang dipotong. Beri tekanan dan lubang pembuluh darah akan terlihat. Apabila untuk beberapa alas an waktu sudah lewat dan pembuluh darah kolaps sebelum anda dapat megidentifikasinya, klem dan potong kembali tali pusat dan cari pembuluh darah tersebut pada tempat potongan yang baru, tempat pembuluh darah akan dengan mudah terlihat.
b.      Ukur panjang tali pusat. Apakah pengukuran tali pusat biasanya ditentukan oleh kebijakan institusi dan tidak setiap institusi membutuhkannya. Tanpa memperhatikan  kebijakan, bila tali pusat tampak panjang atau pendek tidak normal, tali pusat tersebut harus diukut. Ingat untuk mengukur juga panjang tali pusat yang dipotong ketika tali pusat bayi pada akhirnya diklem dan dipotong.
c.       Inspeksi tali pusat untuk melihat adanya simpul, hematoma, tumor, kista, edema, dan jumlah jeli Wharton.
2.      Insersi tali pusat. Inspeksi insersi tali pusat meliputi hal-hal berikut:
a.       Lokasi insersi tali pusat normal, yaitu eksentrik, dipusat, atau di margin (plasenta Battledore)
b.      Insersi tali pusat abnormal (insersi korda velamentosa)
3.      Membrane. Inspeksi membrane untuk melihat hal-hal berikut:
a.       Kelengkapan. Hal ini dilakukan dengan menempatkan plasenta dengan sisi maternal di bawah, kemudian memasukkan satu tangan anda ke dalam membrane pada permukaan fetal plasenta dan mengangkat membrane plasenta untuk menstimulasi sehingga sakus seperti bentuk awalnya. Apabila membrane – membrane tersebut tidak membentuk sakus, membrane tersebut dikatakan tidak komplet dan kemungkinan besar terpisah – pisah. Tangan anda perlu dimasukkan dalam membran tersebut dibagian muaranya yang terbentuk ketika membrane rupture. Ini juga merupakan muara tempat plasenta akan masuk jika dilahirkan melalui mekanisme Schultz ekspulsi. Apabila dilahirkan dengan cara demikian, sakus akan terinfersi dan perlu ditengokkan ke sisi kanan lagi untuk inpeksi ini.
b.      Lobus, defek, atau pembuluh darah suksenturiata.
4.      Plasenta. Langkah-langkah berikut dilakukan untuk menginspeksi plasenta :
a.       Inspeksi plasenta untuk melihat adanya noda pada mekonium dan area-area kalsifikasi.
b.      Inspeksi sisi fetal untuk meliaht adanya kista dan untuk menentukan apkah ini merupakan plasenta diluar korion ( plasenta sirkum falata atau plasenta marginata ). Apabila dibutuhkan, robek atau infers membrane untuk melihat keseluruhan permukaan janin. Permukaan janin juga harus diperiksa dengan cermat untuk dilihat apakah ada pembuluh darah yang robek atau utuh,yang mengarah ke membrane dalam upaya mengindentifikasi lobus suksenturiata yang utuh.
c.       Inspeksi sisi maternal untuk melihat adanya kista, tumor, edema, warna tidak normal,dan plasenta multiple.
d.      Inspeksi sis maternal untuk melihat adanya infark dan luas pembentukan infark
e.       Periksa sisi maternal untuk melihat keutuhan. Untuk melakukan hal ini, tempatkan plasenta diatas permukaan datar, dengan sisi maternal diatas. Gunakan kasa berukuran 4 x 4 untuk menghapus darah dan benda-benda dari luar untuk melihat permukaan plasenta dengan jelas.
Untuk mengindentifikasi kotiledon yang hilang dari margin plasenta atau lobus aksesori yang hilang, apus margin plasenta dan gerakkan jari anda mengelilingi tepi plasenta. Gerakan ini harus mulus. Setiap area yang kasar harus diselidiki dengan seksama karena area yang kasar merupakan indikasi jarinagn plasenta robek. Periksa margin plasenta untuk melihat adanya pembuluh darah yang robek atau utuh sampai kedalam membrane dalam upaya mengidentifikasi lobus suksenturiata utuh atau hilang. Bandingkan ini dengan temuan-temuan anda dari permukaan fetal.
            Kotiledon yang hilang dari masa plasenta utama diidentifikasi dengan adanya defek disertai permukaan yang kasar pada permukaan kotiledon tersebut robek. Hal ini harus dibedakan dari robekan sederhana pada plasenta tanpa kehilangan jaringan, yang juga meninggalkan permukaan kasar. Perbedaan ini dilakukan dengan memegang plasenta ditangan anda, dengan permukaan maternal diatas, sehingga kotiledon jatuh ketempat yang berlawanan satu sama lain. Kotiledon yang hilang kemudian dengan mudah terlihat karena, seperti teka-teki pola gergaji, serpihan disekelilingnya tidak akan cocok terhadap satu sama lain.
f.       Ukur dan timbang plasenta. Ini biasanya ditetapkan oleh kebijakan institusi dan tidak selalu dilakukan. Terlepas dari kebijakan, bila plasenta muncul dengan ukuran abnormal, tindakan mengukur dan menimbang diindikasikan. Informasi ini kemudian dicatat pada catatan bayi.

         
2.4  Pemantauan: kontraksi, robekan jalan lahir, dan perineum

·         Kontraksi
     Kala tiga persalinan terdiri dari dua fase berurutan yaitu pelepasan plasenta dan pengeluaran plasenta. Pelepasan dan pengeluaran terjadi karena kontraksi, yang mulai terjadi lagi setelah terhenti singkat setelah kelahiran bayi. Kontraksi kurang lebih setiap 2 sampai 2,5 menit selama kala dua persalinan. Setelah kelahiran bayi, kontraksi berikutnya mungkin tidak terjadi selama 3 sampai 5 menit. Kontraksi kemudian berlanjut setiap 4 sampai 5 menit sampai plasenta telah lepas dan keluar. Setelah itu, uterus kosong berkontraksi dengan sendirinya dan tetap berkontraksi jika tonus otot baik. Apabila tonus otot tidak baik, seorang wanita akan mengalami peningkatan aliran lokia dan kontraksi uterus berulang sewaktu uterus relaksasi. Hal ini menyebabkan nyeri setelah melahirkan.
     Uterus yang berkontraksi normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan menetap, pengkajian segmen bawahpenting dilakukan.
·         Robekan Jalan Lahir
     Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdaraha sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus ( rupture uteri). Perdarahan bisa berbentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterial atau pecahnya pembuluh darah vena. Jenis perlukaan ringan berupa lecet, yang berat berupa robekan jalan lahir. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lembek setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi tidak atau lambat menjadi keras.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
·         Perineum
Robekan perinium umumnya terjadi persalinan di mana :
1) Kepala janin terlalu cepat lahir.
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut
4) Pada persalinan terjadi distosia.
Robekan perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :
1) Tingkat 1
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium sedikit.
2) Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir, vagina juga mengenai sfingter ani.
3) Tingkat 3
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
Robekan perineum sering terjadi hampir setiap terjadinya persalinan pertama maupun berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga dasar panggul di lalui kepala janin dengan cepat. Sebaiknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasr panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa sehingga memaksa kepala janin lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipito-bregmatik atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma uregonitalis pada garis tengah terluka dan pada robekan tingkat tiga atau robekan atau robekan total muskulus sfingter ani ikut terputus dan kadang dinding depan rectum ikut robek pula. Jarang terjadi robekan yang mulai dari dinding belakang vagina di atas intritus vagina dan anak dilahirkkan melalui robekan itu , sedangkan ( dengan meninggalkan ) perineum sebelah depan tetap utuh ( robekan perineum sentral ). Pada persalinan sulit di samping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta berhubungannya di tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predosposisi untuk terjadinya prolapsus uteri di kemudian hari. Robekan perineum yang melebihi tingkat satu harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan ditentuka denga seksama.
Pada robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan- jaringan di bawahnya.
Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian vasia prarektal ditutup dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan perineum tingkat dua. Untuk menghasilkan jahitan yang baik, terapi pada robekan perineum total, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna. Penderita tidak diperbolehkan memakanan makanan yang mengandung selulosa dan mulai hari kedua diberi paraffinum liquidum sesendok 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.

2.5  Kebutuhan ibu pada ibu kala III
Kebutuhan dasar ibu pada kala III meliputi:
1) Kebutuhan pada awal kala III atau setelah bayi lahir dan sebelum plasenta lahir.
Pada tahap ini yang harus diperhatikan adalah,
a.       Keadaan umum dari kondisi ibu.
Segera setelah anak lahir, kontraksi rahim berhenti antara 5 – 10 menit. Dalam masa istirahat ini sebaiknya observasi kondisi ibu dengan cara:
v Status lokalis obstetric dengan cara palpasi fundus uteri dan konsistensinya.
v Memeriksa keadaan vital ibu
Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan). Pemantauan tanda-tanda vital berguna untuk mengetahui kegawatan misalnya terjadi syok.
Kontraksi ini berfungsi untuk mengetahui bagaimana kontraksi pasien jelek atau tidak, untuk memeriksa apakah pasien terjadi perdarahan atau tidak, karena apabila terjadi perdarahan dapat langsung diberikan asuhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tekanan darah dan nadi ibu sebaiknya 1 kali selama kala III dan lebih sering jika kala III memenjang dari pada rata-rata atau tekanan darah dan nadi berada pada batas atau dalam kisaran abnormal. Pemantauan ini tidak hanya dilakukan setelah evaluasi peningkatan sebelumnya tetapi penting sebagai sarana penapisan syok pada kejadian perdarahan.
Tekanan darah, sistolik dan distolik mulai kembali pada tingkat sebelum persalinan.
Nadi, secara bertahap kembali ketingkat sebelum melahirkan
Suhu, tubuh kembali meningkat perlahan.
Pernapasan, kembali bernapas normal
Aktivitas gastrointestinal, jika tidak terpengaruh obat-obatan, motalitas lambung dan absorpsi kembali mulai ke aktifitas normal. wanita mengalami mual dan muntah selama kala III adalah tidak wajar.
b.       Pelepasan plasenta
Setelah kala pengeluaran janin perhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada diatas pusat.(sering kali mengarah ke sisi kanan).
2) Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar dari vulva (tanda ahfeld) .
3) Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersebut akan keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Menurut Prf. Dr. Rustam Mochtar, gejala-gejala diatas timbul di dalam 5 menit setelah anak lahir. Kalau placenta sudah pasti lepas, maka ditentukan dulu apakah rahim berkontraksi baik dan kemudian diusahakan melahirkan placenta :
1) Dengan menyuruh pasien mengejan
2) Dengan tekanan pada fundus uteri
Tekanan pada fundus uteri hanya boleh dilakukan pada rahim yang berkontraksi baik, kalau dilakukan pada uterus yang lunak dapat menimbulkan inversio uteri (uterus terputar balik). Perdarahan abnormal bila melebihi 500 cc dan darah yang keluar setelah anak lahir harus ditakar.
Asuhan yang diberikan pada saat terjadi pelepasan plasenta antara lain :
1) Jika terjadi perdarahan yang cukup banyak setelah janin lahir, periksalah apakah uri sudah lepas.
2) Bila uri belum lepas anjurkan ibu untuk kencing dan langsung menyusui bayinya.Diharapkan uri bisa segera lepas. Karena dengan mengosongkan kandung kencing,jalan keluar uri tidak terhalang dan dengan menyusui bayinya rahim akan berkontraksi sehingga dapat menekan uri keluar.
3) Apakah uri dapat lepas atau tidak. Jika belum beri pasien makanan/minuman secukupnya,sangat dianjurkan untuk meminum larutan tepung ubi jalar karena sangat bergizi sehingga pasien akan mendapat tenaga yg cukup segera merujuk pasien ke puskesmas terdekat/rumah sakit terdekat dan siapkan orang untuk menjadi donor darah.
4) Uri dapat lepas atau tidak
5) Jika perdarahan terjadi setelah janin lahir dan uri sudah lepas segeralah susui bayinya.karena dengan menyusui,rahim akan berkontraksi dan dapat menghentikan perdarahan.
6) Uri akan lepas, apakah perdarahan berhenti atau tidak. Jika belum berhenti lakukan pijat rahim dengan menekan telapak tangan penolong dan membuat gerakan berputar di atas berputar di atas perut ibu secara perlahan.
7) Perdarahan berhenti atau belum.
8) Perdarahan sudah berhenti,awasi keadaan ibu.beri lanjutan tepung ubi jalar,istirahatkan agar tenaga ibu pulih kembali.Susui bayi sesering mungkin karena dapat merangsang keluarnya air susu ibu dan menghentikan perdarahan.
2) Kebutuhan pada akhir kala III atau setelah plasenta lahir.
Pada tahap ini yang harus diperhatikan adalah
a) Mewaspadai adanya perdarahan yang berlebihan
Perdarahan kala tiga terjadi akibat pelepasan plasenta sebagian. Alasan paling umum terjadi pelepasan plasenta sebagian adalah kesalahan penatalaksanaan pada kala tiga, biasanya mencakup masase uterus yang dilakukan sebelum pelepasan plasenta. Pelepasan sebagian dapat terjadi secara alami selama pelepasan plasenta fisiologis, tetapi biasanya kondisi ini bersifat sangat sementara. Pelepasan sebagian akibat masase uterus sebelum plasenta lepas dari dinding uterus tidak fisiologis, dan akibatnya hamper dapat dipastikan adalah perdarahan kal tiga.
Pada kondisi normal terjadi sejumlah kehilangan darah selama kala tiga, sedangkan sedikit aliran atau tetesan darah atau sedikit semburan darah secara mendadak adalah tanda pelepasan plasenta. Akan tetapi, ketika terdapat aliran darah yang menetap dan telah diketahui lokasi plasenta dalam uterus dan menetapkan bahwa plasenta belum terlepas secara utuh maka perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk penanganan perdarahan kala tiga.
b) Mengecek plasenta yang sudah lepas
v Lengkap atau tidak lengkap
Caranya dengan memeriksa plasenta bagian fetal dan maternal dengan menggunakan kassa kering.
v Pastikan bahwa jumlah kotiledon dan selaput ketuban dalam keadaan lengkap:
Ø Selaput ketuban diperiksa dengan menggantung plasenta sedemikian rupa dengan memegang talipusat sehingga selaput ketuban tergantung kebawah.
Ø Kemudian plasenta ditahan dengan kedua telapak tangan dan selaput ketuban disisihkan untuk dapat memeriksa keadaan pars maternalis apakah tidak ada kotiledon yang tertinggal didalam uterus.


2.6  Pendokumentasian kala III
Tujuan        : Setelah dilakukan ASKEB ± 30 menit, diharapkan kala III berlangsung normal, dengan kriteria hasil :
Plasenta lahir spontan, lengkap
Kondisi umum ibu baik
Tidak terjadi perdarahan

RENCANA TINDAKAN
            1.Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan kondisi ibu sekarang ini
R / Informasi yang adekuat membuat ibu lebih kooperatif
2.Pastikan kehamilan tunggal
R / Menentukan tindakan selanjutnya
3.Lakukan penyuntikan oksitosin 10 uni
R / Merangsang pelepasan plasenta
4.Lakukan penegangan tali pusat terkendali
R / Pelepasan plasenta secara spontan
5.Lakukan masase fundus uteri
R / Merangsang dan meningkatkan kontraksi uterus untuk mencegah 
 perdarahan
6.Periksa adanya kemungkinan robekan jalan lahir
R / Menentukan tindakan selanjutnya
7.Periksa kembali kontraksi uterus dan perdarahan
R / Deteksi dini adanya HPP

IMPLEMENTASI                 
1.Menjelaskan pada ibu bahwa saat ini menunggu plasenta lahir dan keadaan ibu baik
2.Memastikan kehamilan tunggal
3.Melakukan penyuntikan oksitosin 10 iu pada 1/3 paha luar bagian atas.
4.Melakukan penegangan tali pusat terkendali
    • Memindahkan klem 5- 10 cm didepan vulva
    • Tangan kanan memegang tali pusat dengan klem, sedangkan tangan kiri berada pada fundus uteri untuk mengtahui kontraksi dan melakukan tekanan yang berlawanan arah secara dorso cranial
Dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat akan bertambah panjang, adanya semburan darah dan uterus bertambah bulat. Pada saat itulah dilakukan penarikan kearah bawah, kedepan dan keatas sesuia dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak di introitus vagina. 
    • Setelah plasenta tampak di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan hati-hati, kemudian memegang plasenta dengan kedua tangan, malakukan pemutaran searah untuk membantu pengluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput plasent
5.Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir dengan menggunakan       4 jari ( dengan gerakan memutar ) olehtangan kiri hingga uterus berkontraksi, kemudian memeriksa kelengkapan palsenta.
6.Memeriksa kemungkinan adanya robekan jalan lahir.

7.Memriksa kembali kontraksi dan perdarahan

EVALUASI
CONTOH  Tanggal 23 Mei 2006             Jam   12.25
S          : Ibu mengatakan perutnya terasa mules
O         :
·         Plasenta lahir spontan, lengkap
·         Perdarahan ± 300 cc
·         Keadaan ibu baik
·         Uterus berkontraksi dengan baik
·         Tidak terdapat robekan jalan lahir  
·         Perineum intack
 A         : Ibu bersalin kala III normal, ibu memasuki kala IV
P          : Lakukan pemantauan / observasi kala IV sesuai partograf
·         Setiap 12 menit pada 1 jam pertama            : tekanan darah, nadi,  TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan
·         Setiap 30 menit pada 1 jam kedua            :  tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan
·         Setiap 1 jam selama 2 jam pertama            : suhu









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran